passion

Kuliah sastra mau jadi apa? Mungkin itu adalah pertanyaan sebagian besar mahasiswa yang sedang kuliah di bidang sastra atau budaya. Tidak hanya mahasiswanya saja yang bertanya demikian, orang-orang di sekitar anda mungkin juga bertanya-tanya “nanti kalau sudah lulus mau jadi apa?” begitulah pertanyaan yang saya dengar ketika saya MaBa dulu, bahkan orang tua saya juga bertanya demikian. Lalu apakah kuliah hanya sebatas perantara untuk mencari pekerjaan saja? Lalu apa bedanya kuliah dengan tempat pembinaan TKI?

Banyak orang berpresepsi bahwa kuliah hanya sebatas perantara untuk mencari uang saja. Mereka lupa bahwa kuliah yang sebenarnya adalah proses meningkatkan kualitas diri dalam segi ilmu, kepekaan sosial, kematangan kepribadian, dan masih banyak lagi yang bisa diperoleh di bangku perkuliahan. Lalu apakah jika seseorang kuliah di bidang tertentu sudah pasti akan bekerja di bidang yang telah meraka pelajari? Tentu saja tidah selalu, banyak lulusan teknik yang bekerja di bank, jurnalisik yang sangat berbeda jauh dengan apa yang telah dipelajari semasa mereka kuliah. Dan apakah orang yang kuliah di bidang sastra selalu menjadi sastrawan? Tentu saja tadak.

Inilah yang harus diubah dalam masyarakat bahwa kuliah tidak hanya sekedar untuk mencari pekerjaan. Mau menjadi apa seseorang nanti setelah lulus dari kuliah, tergantung niat dan usaha masing-masing, dan pengalaman organisasi di sini amat sangat penting. Bapak Anies Baswedan ketika berorasi di PPSMB PALAPA UGM (ospek mahasiswa baru UGM) berkata “bahwa IPK yang tinggi akan mengantarkan seseorang pada wawancara dan selebihnya adalah pengalaman organisasi yang akan menentukan”. Dengan demikian kuliah dimana saja termasuk dibidang sastra, budaya, dan bahasa tidaklah menjadi masalah, yang penting bagaimana seseorang tersebut bisa totalitas atau tidak, dan jika seseorang berpendapat bahwa kuliah untuk kerja, betapa sempitnya pandangan mereka tentang dunia perkuliahan.